Rabu, 10 Mei 2017

KH. ABUL FADHAL SENORI TUBAN


          
  Tuban adalah salah satu kota yang melahirkan ulama' ulama' besar yang kiprahnya sangat diperhitungkan di tingkat nasional, salah satunya adalah Kiai Abul fadhal senori Tuban, bahkan Ulama' tumur tengah mengakui keilmuan ulama' nyentrik ini, karya-karyanya menjadi bahan kajian yang menarik bagi mereka karena memiliki tata bahasa yang sangat menarik bahkan bermuatan ilmu yang sangat mendalam.
            Senori adalah nama salah satu desa di Tuban, letaknya hanya beberapa kilometer dari kota Lasem, disitulah kiai Fadhal tinggal dan mengabdikan dirinya untuk Agama Islam, semasa hidupnya, Kiai Abul Fadhal dikenal sebagai seorang sufi yang nyentrik. Kita bayangkan saja pada era 70-an ia mampu merangkai bronfit, modifikasi sepedah motor dan sepedah pancal, ia juga pandai mereparasi barang-barang elektronik seperti radio, televisi , kipas angin, dan lain sebagainya. Padahal, ia sama sekali tidak pernah belajar otomotif dan elektronik, karena ia tinggal jauh diplosok pedesaan.
            Ia bekerja seperti halnya orang Awam demi mencukupi kebutuhan diri dan keluarganya. Berbagai pekerjaan pernah dijalaninya, seperti menjadi buruh jahit, kuli membuat aspal jalan, jualan benang, membuka reparasi sepedah pancal dan sepedah motor, ia juga pernah menjadi bos becak, dan juga pernah mendirikan pabrik rokok, dan lain sebagainya, ia menjalani semua itu dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, pernah suatu ketika ia berjalan kaki dari daerah kerek tuban sampai sedan rembang, sambil memikul barang dagangannya padahal, jarak kedua daerah itu terbilang sangat jauh dan benang yang dipikul juga tidak ringan.
            N amun demikian, kiai fadhal bekrja bukan untuk menumpuk harta dunia, setiap kali usahanya berkembang pesat, seketika itu ia menghentikannya dan memulai pekerjaan lain dari titik nol, layaknya sufi zaman dahulu, hal ini menunjukkan bahwa ia adalah sosok kyai yang zuhud. Tujuan bekerjanya hanya untu7k ibadah dan menjalankan perintah Allah SWT semata. Dengan memulai dari nol lagi tentu banyak kesulitan yang ia hadapi, dan dengan begitu, semakin banyak bahala yang akan didapat dari jerih payahnya (الأجر بقد التعب) .
            Dalam pandangan kyai Fadhal, segala sesuatu harus diniatkan untuk ibadah, bahakan dalam memberi nafkah istrinya pun tidak lepas dari upaya meraup pahala sebanyak-banyaknya, ia tidak pernah memberikan nafkah langsung untuk sehari, nafkah pagi diberikan di pagi hari dan nafkah siang diberikan disiang haari, dan nafkah sore diberikan disore hari, ketika berliau ditanya tentang hal itu beliau menjawab, "Agar banyak niatnya, sehi8ngga banyak pula pahalanya."
            Dalam keseharian, kiai Fadhal hidup sangat bersahaja, ia tidak pernah menampakkan diri sebagai seorang ulama' jika bepergian ia selalu memakai sepedah motor buntut, ketika menghadiri ta'ziyah KH. Zubair ayah KH. Maimun Zubair sarang, ia tidak dihiraukan banyak orang, karena memakai baju yang lusuh dan songkok hitam yang berubah warnanya menjadi merah , orang-rang baru tahu kalau itu dia adalah Kiyai Fadhal setelah Kyai Maimun Zubair menghadangnya ditengah jalan dan menciumi tangannya, kyai Fadhil tidak pernah keluar rumah dan waktunya banyak ia habiskan untuk mengajar dan mengarang kitab.
            Disiplin
            Sejak kecil Kiai Fadhal telah menampakkan keistimewaannya sesekali pun nakalnya luar biasa kecerdasan dan keberanianya diatas rata rata, setiap ada tamu yang sowan pada abahnya, yakni kiai Abdus Syakur, air minum yang disuguhkan pasti dicicipi lebih dahulu. Sikap itu seperti seorang guru yang memberi berkah pada santrinya. Ia juga suka bermain di markas belanda yang ada didepan rumahnya, dengan santai dan percaya diri ia bercengkrama dan bercanda dengan laskar kompeni belanda kala itu. Tak heran bila ia mampu berbahasa belanda dengan fasih.
            Di saat usianya menginjak 9 tahun, ia sudah hafal Alqur'an, ini dilakukannya dalam waktu dua bulan saja, padahal orang butuh waktu 3-4 tahun dalam menghafal Al-Qur'an. Lima belas awal ia hafalkan dalam waktu satu bulan pertama dimana setiap jus ia baca 3 kali dalam satu jalsah (duduk) dan langsung hafal, sedangkan lima belas jus akhir juga ia tempuh dalam waktu satu bulan juga dengan metode setengah jus ia baca 3 kali dan langsung hafal. Kiai Abul fadhil memang termasuk orang yang jenius, sewaktu kecil ia sering menguping abahnya yang mengajar ngaji para santri. Bila sang abah Abah selesai mengajar, giliran dirinya membaca kitab yang sama sembari menerangkan isinya dengan keterangan yang sama persis dengan yang disampaikan Abahnya, ia hafal Syiir – syiir yang termaktub dalam kitab Ihya Ulumidin hanya dengan menyimak abahnya membaca karya Imam Ghozali itu.
            Kiai hanya menimba ilmu pada Ayahnya dan KH. Hasyim Asyari Tebu Ireng Jombang. Pada saat khatam kitab jurumiyah, ia sudah bisa membaca kitab Fathul Qorib, sewaktu khatam kitab Kafrawi,  ia bisa membaca kitab Fathul Wahab, ketika Khatam kitab Alfiyah dalam usia 11 tahun, ia sudah bisa mengajar dan sekaligus menulis kitab, ketika khatam Uqudul Juman, gaya dan tata bahasa karangannya menjadi penuh warna dan bernilai sastra tinggi. Metode yang ia gunakan dalam mengajar santri-santrinya adalah sorogan dengan satu judul kitab sampai khatam, setelah itu ganti mengkaji kitab yang lain. Ini ditujukan agar kitab yang dikaji benar-benar bisa difahami, ia berpesan pada murid-muridnya bahwa Al-Ilmu Fir Ro'si la fi Karrosi (Ilmu itu di kepala bukan di kertas). Seringkali ia mengajar tanpa menggunakan kitab panduan dan berhasil mendiktekan isi kitab itu kepada santri-santrinya tanpa satu lafaz pun yang terlewati,
            Kiai Fadhal terkenal sangat disiplin mendidik santri-santrinya, ia senantiasa menghardik mereka yang terlambat mengaji, meski hanya sartu menit, " nek gak niat ngaji mbalek ae! ("Kalau gak niat mengaji pulang saja!") demikian ucapan yang sering ia lontarkan kepada santri santrinya yang teledor. Kedisiplinan inilah yang belakangan hari diteladani muridnya, yakni KH. Maimun Zubair, KH. Abdullah Faqih. Semasa hidupnya, Kiai Fadhal tidak memiliki santri banyak karena memang namanya tidak terkenal, Namun begitu, santri-santrinya menjadi ulama berkat tangan dinginnya dalam mengajar.
            Selain allamah (sangat alim), kiai Fadhal juga juga dikenal sebagai pribadi yang ahli ibadah, jika jam menunjukkan jam satu malam, ia bangun untuk melakukan qiyamullail sampai subuh. Malam-malam yang hening itu ia lalu dengan zikir, membaca Al-Qur'an dan tafakkur kepada sang Khalik dikamar pribadinya. Ketika menjelang subuh, ia membaca Hizib Saifi Mughni, Hizib Nashr dan Hizib Bahr.
            Ia selalu melakukan Sholat Fardhu di awal waktu, dalam sebulan ia bisa khatam Al-Qur'an sebanyak 60 kali, setiap 10 hari ia mengkhatamkan satu kitab besar, demi menambah wawasan pengetahuannya. Itupun ia baca dengan hasil setengah hafal, terbukti ketika ia ditanya mengenai permasalahan, ia bisa memberi jawaban disertai teks dalilnya, baginya, seakan-akan tidak ada masalah musykil, sehingga tak heran jika KH. Maimun Zubair menjulukinya sebagai "Sang kamus Berjalan" Bila memberi tausyiyah atau khutbah ia senantiasa serius, kata-katanya menyentuh perasaan sehingga para pendengarnya khusyuk bahkan tak jarang menangis tersedu sedu karena terbawa perasaan.
            Kiai penuh inspirasi ini telah menghasilkan banyak karya tulis, karena ia produktif menulis sejak masih berusia remaja, sayang, karya tulisnya banyak yang musnah, tatkala Tuban dilanda banjir besar pada tahun 1971, sebagian karyanya yang lain dibawa murid-muridnya. sewaktu mengajar, Kiai Fadhal selalu menulis kitab sebagai materi pelajarannya, baik berbentuk natsar maupun berbentuk nadzom, setelah khatam, ia memberikan kitab karangannya itu pada murid muridnya yang mengaji, diantara karangan Kiai Fadhal yang beredar luas adalah : Tashilul Masalik Syarah Alfiyah Ibnu Malik, Kasyfuttabarih Fisholati Tarawih, Ahlal musamarah fi Bayani 'Auliyail 'Asyroh, dan Durrul Farid Fi Ilmi Tauhid, selain itu, ada sejumlah karangan yang belum ia selesaikan, seperti Nadhom Bahjatul Hawi, dan Nadzom Jam'ul Jawami', sebagian Karya kiai Fadhal telah di cetak dan tersebar luas di Timur tengah.
Dikutip dari Majalah Cahaya Nabawi edisi No.138 th. IX Rajab 1436/Mei 2015 Hal : 21
                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAMBAUS SHOLIHIN

KH. ABUL FADHAL SENORI TUBAN

             Tuban adalah salah satu kota yang melahirkan ulama' ulama' besar yang kiprahnya sangat diperhitungkan di tingkat ...